BANDUNG | WARTAKENCANA.ID
Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) ke-41 menjadi momentum bagi anak-anak Jawa Barat untuk menyampaikan suara hatinya. Suara hati tersebut dibacakan pada puncak peringatan HAN Tingkat Provinsi Jawa Barat di kawasan olahraga terpadu Sport Jabar, Jalan Pacuankuda, Kota Bandung, Minggu (27/7/2025). Usai dibacakan, dokumen tertulis dengan judul “Suara Anak Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2025” tersebut diserahkan kepada Wakil Gubernur Erwan Setiawan.
Ada delapan poin penting yang disuarakan anak-anak Jawa Barat yang diwakili Forum Anak Daerah (FAD) Jawa Barat tersebut. Selain meminta perluasan terhadap akses informasi, anak Jawa Barat juga minta dilibatkan dalam proses pembangunan. Suara lainnya berupa tuntutan kepada pemerintah untuk menyediakan taman baca hingga tempat bermain dan halte sekolah. Berikut poin lengkap suara anak Jawa Barat yang dibacakan di hadapan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi, Wakil Gubernur Erwan Setiawan, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jawa Barat Siska Gerfianti, dan undangan serta ribuan peserta peringatan HAN ke-41 Tingkat Provinsi Jawa Barat.
Pertama, menyediakan pusat informasi layak anak, memperluas literasi digital, dan memperketat pengawasan terhadap konten media sosial yang tidak mendidik dan difokuskan kepada konten yang masuk dalam kategori informasi layak anak. Kedua, meningkatkan infrastruktur yang ramah bagi anak dengan melibatkan partisipasi anak dalam proses pembangunan.
Ketiga, melindungi kami dari bahaya rokok, narkoba, alkohol, dan zat adiktif lainnya dengan memperkuat regulasi, membatasi iklan dan penjualan kepada anak, serta menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) secara tegas di seluruh wilayah.
Keempat, memastikan tidak ada anak yang putus sekolah karena biaya, jarak, atau kurangnya fasilitas, dengan pendidikan yang adil, guru berkualitas, dan sekolah yang aman serta nyaman. Untuk mendukung sekolah yang bebas dari kekerasan dan perundungan, baik offline maupun online, pendidikan inklusif untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) harus dijalankan serius, dengan fasilitas dan guru yang memadai serta regulasi bagi pendidikan inklusif.
Kelima, untuk memperhatikan, mengawasi, menindaklanjuti, dan melakukan pembinaan terhadap isu kenakalan remaja, untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung pertumbuhan remaja. Keenam, mengadakan pelatihan parenting bagi calon pengantin dan menekan angka perkawinan anak dengan memperketat peraturan daerah perkawinan anak guna menciptakan keluarga harmonis.
Ketujuh, secara penuh berupaya mengurangi angka kekerasan kepada anak dengan memperkuat edukasi, kampanye, dan pengawasan terhadap berbagai bentuk kekerasan kepada anak. Mengoptimalkan mekanisme pengaduan yang cepat tanggap, mudah diakses, dan transparan. Juga mengintegrasikan lembaga pemerintah untuk menindaklanjuti pengaduan kasus kekerasan pada anak, hal ini mencakup penyediaan rumah aman, pendampingan psikososial, rehabilitasi anak korban dan pelaku, serta penguatan layanan perlindungan hukum.
Kedelapan, meminta lebih banyak taman baca, perpustakaan keliling, tempat bermain, lapangan olahraga, halte sekolah, dan jalan yang aman. Sekolah ramah anak dan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang kami.(NJP)