Lebih Dekat dengan Wahidin, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat
Satu tahun sudah Wahidin menjadi nakhoda BKKBN Jawa Barat. Pria kelahiran Kebumen, Jawa Tengah, ini resmi dilantik Kepala BKKBN Hasto Wardoyo di Jakarta, Rabu, 3 Maret 2021. Hampir dua bulan kemudian, 30 April 2021, Wahidin kemudian dikukuhkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Gedung Negara Pakuan. Pesan Gubernur sangat terang, “Langsung Gaspol!”
“Mohon untuk gaspol saja, karena ini cuma seremoni. Langsung ngabret saja apa yang tadi saya titipkan,” kata Kang Emil, sapaan Gubernur Ridwan Kamil.
Kang Emil mengatakan, saat ini angka kelahiran di Jabar masih tinggi. Sementara jumlah penduduk Jabar juga tertinggi di Indonesia. Situasi tersebut berpotensi overpopulasi.
“Dalam teori perencanaan pembangunan sumber masalah itu adalah overpopulasi. Pada saat mereka dewasa akan berebut sumber daya karena hakikatnya pembangunan itu tidak bisa dihentikan, yang bisa itu dikendalikan,” imbuhnya.
Bagaimana tanggapan Wahidin atas pesan Gubernur Emil? “Bagi saya ini tantangan. Kebetulan saya sejak kecil menjalani hidup yang penuh tantangan. Saya bismillah menjalani amanah ini,” ungkap Wahidin saat ditemui di ruang kerjanya beberapa waktu lalu.
“Menjadi tantangan karena selain memiliki jumlah penduduk paling banyak, sekitar 18 persen dari total penduduk Indonesia, Jawa Barat masih menyisakan TFR (total fertilit rate) yang relatif sudah memasuki fase yang sulit diturunkan. TFR 2.4 itu sudah cenderung dekat ke 2.1 sebagaimana menjadi target BKKBN. Nah, menurunkan 0.3 ini bukan perkara mudah. Tentu, bukan berarti tidak mungkin. Saya optimistis,” tambah Wahidin.
Salah satu pemicunya adalah ketika Wahidin melihat betapa besarnya komitmen kepala daerah di Jawa Barat terhadap program Bangga Kencana. Bahkan, Wahidin melihat komitmen itu bukan semata pepesan kosong. Komitmen benar-benar diwujudkan dalam bentuk kebijakan dan anggaran. Sebagai contoh, Jawa Barat saat tercatat menjadi satu-satunya provinsi yang menggelontorkan dana hibah bagi penggerakkan tenaga lini lapangan.
Optimisme Wahidin kian membuncah saat dia melihat proporsi umur penduduk Jawa Barat yang didominasi usia produktif. Belum lagi keberadaan sejumlah lembaga pendidikan tinggi utama yang berdiri di Jawa Barat. Keberadaan perguruan tinggi-perguruan tinggi terkemuka menjadi potensi kerjasama pengembangan hasil riset bagi pembangunan keluarga maupun kependudukan dan keluarga berencana atau Bangga Kencana.
“Komitmen kepala daerah sangat bagus. Termasuk Ketua Tim Penggerak PKK. Komitmennya sangat luar biasa. Jabar Juara. Kita akan saling support. Demikian juga dengan kaupaten/kota. Komitmen bukan hanya tataran wacana, melainkan sudah praktis,” tegas Wahidin.
Lalu, bagaimana cara Wahidin menjawab tantangan Jawa Barat? Selain aktif dalam percepatan penurunan stunting yang sudah menjadi tugas khusus Presiden, Wahidin mengaku akan fokus pada domain utama BKKBN dalam upaya pengendalian penduduk. Caranya dengan optimalisasi pemanfaatan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Pilihannya jatuh kepada implan.
“Mengapa implan karena itu tadi jangka panjang. Yang kedua, implan diminati di Jawa Barat. Sebagian masyarakat Jawa Barat juga terbilang sensitif untuk urusan kontrasepsi. IUD misalnya, untuk pemasangannya terpaksa membuka aurat. Jadi memang ada sebagian masyarakat Jawa Barat yang keberatan. Sementara implan kan tidak, walaupun tetap jangka panjang. Dan, implan sekarang itu hanya satu batang. Kalau dulu tiga batang. Peminat implan cukup tinggi,” kata Wahidin.
Meski begitu, Wahidin menekankan bahwa prinsip kontrasepsi itu memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menentukan pilihannya. Dia memastikan bahwa semua kontrasepsi pada dasarnya bagus. Yang penting adalah penyesuaian dengan tujuan penggunaan kontrasepsi. Apakah tujuannya menunda, menjarangkan, atau mengakhiri. Kalau tujuannya mengakhiri, maka pilihannya menggunakan MKJP.
Cara lain yang ditempuh adalah redistribusi suntik. Jika sebelumnya suntik hanya didistribusikan kepada fasilitas kesehatan, Wahidin ingin mendorong agar suntik turut didistribusikan kepada bidan praktik mandiri. Tentu dengan terlebih dahulu dilakukan registrasi penerima.
“Harapannya karena kontrasepsinya sudah gratis, paling tidak jika harus menarik biaya dari pasien kan tinggal jasanya. Setidaknya tidak terlalu mahal,” kata Wahidin.
Target lain adalah mendongkrak usia kawin pertama bagi perempuan. Wahidin meyakini bahwa salah satu pemicu tingginya angka kelahiran karena pernikahan usia muda. Belum lagi risiko kesehatan, termasuk bayi lahir stunting, akibat belum matangnya organ reproduksi.
“Di zaman medsos ini kita harus terlibat aktif mengampanyekan program melalui medsos. Termasuk di antaranya ‘melawan’ kampanye-kampanye nikah muda yang belakangan muncul. BKKBN ingin berkolaborasi dengan kaum milenial, terutama para influencer, untuk bersama-sama mendorong pendewasaan usia perkawinan,” imbuh Wahidin.
Transformasi Penyuluh KB
Langkah yang diambil Wahidin rupanya tak lepas dari perjalanan kariernya selama ini. Sebelum ke Jawa Barat, Wahidin merupakan Direktur Bina Penggerakkan Lini Lapangan BKKBN. Jabatan yang diembannya sejak Agustus 2017 lalu. Meski begitu, Wahidin bukan kali pertama memimpin BKKBN provinsi. Promosi perdananya sebagai pejabat tinggi pratama atau eselon II pada 2016 adalah Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bengkulu. Tak sampai setahun, Wahidin kemudian kembali ke Jakarta untuk mengemban tugas baru sebagai Kepala Biro Kepegawaian BKKBN.
Wahidin memulai karir kepegawaiannya dengan menjadi penyuluh keluarga berencana (PKB) pada 1992 silam. Delapan tahun berselang, peraih gelar Magister Kesehatan Masyarakat dari Universitas Gadjah Mada (UGM) ini lantas promosi menjadi Kepala Urusan Rumah Tangga dan Surat Menyurat. Setahun kemudian kembali mendapat promosi menjadi Kepala Seksi Peningkatan Partisipasi Pria sebelum kemudian bergeser menjadi Kepala Seksi Pelaporan dan Statistik pada 2004 dan Kepala Sub Bagian Tata Usaha pada 2008.
Pada tahun yang sama, Wahidin naik menjadi pejabat administrator atau eselon III sebagai Kepala Bidang Supervisi. Tour of duty Wahidin sebagai pejabat eselon III berlanjut dengan menjadi Kepala Bidang Pelatihan dan Pengembangan BKKBN Provinsi Jambi, Kepala Bidang Pemanfaatan dan Evaluasi BKKBN Provinsi Jambi, Kepala Bidang Program dan Kerjasama BKKBN, dan berakhir sebagai Kepala Bagian Humas BKKBN.
Rupanya, perjalanan panjang karir itulah yang membuat Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menugaskannya ke Jawa Barat. Hasto yakin pengalaman, jam terbang, kemampuan, dan dedikasi Wahidin mampu melanjutkan upaya pendahulunya dalam mengatasi permasalahan di Jawa Barat.
“Berbekal kemampuan, pengalaman, jam terbang, dedikasinya Kaper baru ini akan memberikan dorongan lebih dari capaian yang telah ditorehkan Kaper sebelumnya. Jawa Barat memiliki sejumlah pekerjaan rumah cukup besar,” ungkap Hasto usai pelantikan.
Hasto menilai Jawa Barat merupakan daerah dengan populasi terbesar dengan potensi tertinggi yang berpeluang besar mendapatkan bonus demografi tinggi. Meski begitu, di balik berbagai potensinya, Jabar juga memiliki masalah rumit dan harus diatasi secara bijak.
“TFR masih tinggi, pernikahan usia dini, perceraian, hingga stunting menjadi pekerjaan rumah yang menanti. Perlu adanya kerja keras dari seluruh pihak di bawah nakhoda Kaper baru. Meski begitu, berbagai macam potensi seperti tingginya bonus demografi menjadi hadiah besar jika permasalahan tersebut dapat di taklukan,” jelasnya.
“Saya juga berharap, di bawah komando kaper baru, BKKBN Jabar dapat memecahkan, mengatasi, dan menyelesaikan tantangan berat yang dihadapi. Juga, mampu melanjutkan tinta emas yang sudah ditorehkan kepala perwakilan sebelumnya,” tutupnya. NJP