Keluarga Kunci Penanganan Stunting

Penguatan Peran Keluarga dalam Percepatan Penurunan Stunting

Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-30 merupakan momentum tepat untuk memperkuat peran keluarga dalam mempercepat menurunkan prevalensi stunting. Harganas juga menjadi momentum yang tepat dalam penguatan komitmen bersama bagi seluruh lapisan masyarakat dalam upaya penguatan peran keluarga dalam percepatan penurunan stunting.

“Dalam upaya percepatan penurunan stunting, keluarga memiliki peranan yang sangat penting. Terutama dalam memberikan praktik pengasuhan yang baik dan menciptakan lingkungan sanitasi yang memenuhi standar kesehatan,” kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo saat memberikan sambutan pada puncak peringatan Harganas ke-30 tingkat nasional di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, 6 Juli 2023 lalu.

Hasto menjelaskan, stunting yang merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang dan stimulasi lingkungan yang kurang mendukung, ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak berada di bawah standar, masih menjadi persoalan bagi Indonesia saat ini. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), angka prevalensi stunting pada 2022 berada pada angka 21,6 persen. Angka ini menunjukkan satu dari lima anak Indonesia mengalami stunting.

“Oleh sebab itu, peningkatan pengetahuan dan pemahaman keluarga serta komunitas berperan penting untuk pencegahan stunting dan mempersiapkan anak agar tumbuh kembang optimal menjadi generasi maju,” ujar Hasto.

Bagi Hasto, keluarga tak ubahnya madrasah pertama bagi anak. Karena itu, keluarga harus jadi garda terdepan dan paling pertama dengan delapan fungsi utama keluarga bisa dioptimalkan. Menurut Hasto, keluarga berperan sangat besar dalam transformasi nilai-nilai leluhur yang kini sudah mulai hilang di kalangan anak muda.

“Keluarga punya pekerjaan rumah besar, bahwa transformasi nilai-nilai luhur nenek moyang. Ramah-tamah, tut wuri handayani, siapa lagi yang bisa menyampaikan kalau bukan keluarga. Anak-anak sekarang sudah nggak mengerti sama itu. Padahal pitutur-pitutur itu sangat luar biasa. Siapa lagi yang bisa menyampaikan hal itu, kalau bukan kita keluarga,” tegas Hasto.

Kendatipun keluarga identik dengan sosok bapak, ibu, dan anak, namun bukan berarti anak yang sudah ditinggal bapak atau ibunya maupun mereka yang mengalami perceraian lantas tidak bisa bahagia. Ia mengatakan pada 2021 terjadi peningkatan angka perceraian, yakni 580 ribu secara nasional, dan trennya meningkat, apalagi dengan adanya pandemi Covid-19.

“Momentum Hari Keluarga Nasional 2023 diharapkan dapat menjadi daya ungkit keberhasilan program dan penguatan komitmen bersama menurunkan stunting. Untuk mencapai target prevalensi stunting 14 persen pada 2024, perlu dilakukan bersama-sama dengan mengintervensi langsung kepada anak-anak stunting,” jelas Hasto.

Di bagian lain, Hasto memberikan tugas khusus kepada penyuluh keluarga berencana (PKB) untuk memerankan diri sebagai contoh di masyarakat. Baik penyuluh KB maupun masyarakat luas, sambung Hasto, memiliki hak untuk bisa mewujudkan keluarga tentram, mandiri, dan bahagia. Maka dari itu, makan bersama di meja makan menjadi salah satu jalan untuk mencapai cita-cita tersebut.

“Penyuluh KB punya tugas untuk memberi contoh kepada masyarakat. Jangan sampai mencontohkan perceraian atau sampai memberikan contoh lain yang tidak baik,” ucap Hasto.

Terkait permasalahan stunting, Hasto mengatakan Indonesia menggunakan standar internasional WHO dalam mengukur angka stunting. WHO memberikan batasan kurang dari 20 persen untuk angka stunting di suatu negara.

“Secara Nasional, target angka penurunan stunting tahun ini 17 persen dari tadinya 21,6 persen. Saya yakin di akhir tahun ini kita akan lebih ekstrakerja keras untuk menurunkan stunting,” ungkap Hasto.

Sejarah Hari Keluarga Nasional

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 ternyata tidak serta merta menjadikan Indonesia bisa membangun sesuai cita-cita para Pendiri Bangsa. Bangsa Indonesia tetap harus berjuang. Negara meminta warga untuk turut ambil bagian dalam perjuangan bersenjata. Perjuangan itu tidaklah mudah dan murah. Bahkan para pejuang kemerdekaan saat itu harus rela mengorbankan nyawa, harta, dan berpisah dengan keluarga demi mencapai cita-cita kemerdekaan.

Baru pada 22 Juni 1949, Belanda menyerahkan secara utuh kedaulatan Bangsa Indonesia. Para pejuang yang gugur kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi dan dimakamkan dengan atau tanpa dikenali.

Para pejuang yang selamat kembali berkumpul kepada keluarganya, setelah sekian lama terpisah selama masa perjuangan. Momen kembali berkumpulnya para pejuang dengan keluarga pada 29 Juni 1949 ini yang dijadikan peringatan sebagai Hari Keluarga Nasional.

Perjuangan membangun bangsa Indonesia dan membangun keluarga adalah satu nafas kehidupan. Membangun keluarga berarti juga membangun bangsa. Peringatan Harganas merupakan upaya mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia, betapa pentingnya suatu keluarga.

Keluarga mempunyai peranan dalam upaya memantapkan ketahanan nasional dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Dari keluargalah kekuatan dalam pembangunan suatu bangsa akan muncul. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Hari Keluarga Nasional ditetapkan tanggal 29 Juni sebagai Hari Keluarga Nasional dan bukan merupakan hari libur.

Haryono Suyono merupakan penggagas Hari Keluarga Nasional. Saat itu Haryono merupakan Ketua Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di era Presiden Soeharto. Ada nilai sejarah di balik pemilihan tanggal dan bulan tersebut.

Tanggal 29 Juni merupakan kristalisasi semangat pejuang Keluarga Berencana untuk memperkuat dan memperluas program KB. Secara resmi, pemerintah menjadikan program Keluarga Berencana menjadi program nasional, dilakukan bersamaan dengan berdirinya Badan Koordinasi dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 29 Juni 1970.(NJP)