Upaya percepatan penurunan stunting di Jawa Barat terus digenjot. Salah satunya dengan melakukan konsolidasi serentak bagi 1.200 petugas lini lapangan. Konsolidasi untuk akselerasi pencapaian program juga melibatkan Satuan Tugas Percepatan Penurunan Stunting.
Udara Bandung Utara boleh saja sejuk. Namun begitu, ada semangat membuncah dalam dada setiap petugas lini lapangan yang hadir dalam kegiatan Konsolidasi Petugas Lini Lapangan dan Satgas Stunting dalam Mendukung Percepatan Penurunan Stunting dan Akselerasi Program Bangga Kencana yang berlangsung di Cikole, Kabupaten Bandung Barat, pertengahan Mei lalu. Semangat membara yang bermuara pada satu tujuan, tercapainya target prevalensi stunting menjadi 14 persen pada 2024 mendatang.
Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi (Adpin) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sukaryo Teguh Santoso yang datang kecara khusus untuk membakar semangat petugas lini lapangan mengingatkan bahwa waktu yang tersisa untuk mengejar ketertinggalan tersisa kurang dari dua tahun. Karena itu, penting bagi seluruh petugas lini lapangan untuk menyingsingkan lengan baju dan melakukan kerja-kerja konkret di tengan masyarakat.
“Penyelenggaraan percepatan penurunan stunting memerlukan langkah-langkah percepatan yang lebih inovatif, terutama dalam upaya mendorong kesadaran seluruh elemen masyarakat dan keluarga agar peduli dalam langkah-langkah pencegahan stunting. Selama ini, kekuatan BKKBN dalam memastikan kinerjanya berdampak langsung pada masyarakat dan keluarga sangat mengandalkan petugas lini lapangan sebagai ujung tombak pelaksana program di tingkat lapangan,” ungkap Teguh.
Teguh menjelaskan, dalam menjalankan tugasnya para petugas lini lapangan dipimpin penyuluh keluarga berencana (PKB) yang bertugas di level desa atau kelurahan hingga tingkat kecamatan. Mereka dibantu kader institusi masyarakat pos KB dan sub pos KB di tingkat desa, rukun warga (RW), hingga rukun tetangga (RT).
“Dalam percepatan penurunan stunting saat ini, kekuatan lini lapangan BKKBN semakin bertambah dengan dibentuknya tim pendamping keluarga (TPK) yang memberikan pendampingan kepada keluarga berisiko stunting. Setiap tim TPK terdiri dari tiga orang, yaitu bidan atau tenaga kesehatan lainnya, kader pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK), dan kader KB yang tersebar di setiap desa/kelurahan,” terang Teguh.
Teguh menjelaskan, petugas lini lapangan cukup menggunakan empat dari 10 langkah PKB, yaitu Catur Krida Operasional Terkendali. Pertama, data kuasai dengan baik. Kedua, KIE terus dilakukan dengan baik. Ketiga, pelayanan kepada akseptor. Keempat, pencatatan dan pelaporan.
Dalam penyelenggaraan percepatan penurunan stunting di tingkat desa/kelurahan, para petugas lini lapangan di bawah bimbingan PKB dituntut untuk dapat bersinergi dengan lintas sektor yang ada di desa sampai dengan kecamatan melalui kelembagaan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS).
“Di sisi lain, TPPS, terutama di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, memiliki peran penting dalam mengkoordinasikan, menyinergikan, dan mengevaluasi penyelenggaraan percepatan penurunan stunting. Khususnya di Jawa Barat menuju zero new stunting pada 2023 dan Indonesia Emas 2045,” papar Teguh.
Selain Teguh, konsolidasi turut dihadiri Pelaksana Tugas Kepala BKKBN Jawa Barat Dadi Ahmad Roswandi, Direktur Bina Penggerakan Lini Lapangan I Made Yudhistira Dwipayama, dan Kepala Dinas P2KBP3A Kabupaten Bandung Barat. Dadi menilai konsolidasi merupakan kegiatan inovasi yang menyatukan potensi sumber daya manusia tenaga lini lapangan seperti PKB dan technical assistant Satgas Stunting yang diperkuat sistem coaching dan mentoring yang dilakukan oleh ASN perwakilan BKKBN Jawa Barat serta UPT Balai Diklat Kependudukan dan Keluarga Berencana. “Kegiatan ini menumbuhkan militansi, semangat solidaritas, dan kebersamaan. Untuk memperkuat itu kita bekerjasama dengan TNI Kopasus Batujajar untuk pembentukan mental dan fisik tenaga lini lapangan,” terang Dadi.(NJP)