BKKBN Jabar Bidik Cakupan Laporan Kinerja Tembus 100%
Ada satu misi penting yang diemban Fazar Supriadi Sentosa selama menjalankan tugasnya sebagai Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat. Menuntaskan cakupan laporan kinerja. Ya, laporan. Fazar meyakini bahwa laporan yang tuntas menjadi modal peningkatan kinerja BKKBN. Target sudah ditetapkan: laporan 100 persen pada akhir tahun.
Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (KBKKBN) Fazar Supriadi Sentosa langsung mengernyitkan dahi saat mendapati cakupan laporan kinerja Jawa Barat yang tersaji dalam Sistem Informasi Keluarga (Siga). Bagi Fazar, aneh jika cakupan laporan tidak mencapai 100 persen. Alasannya, cakupan laporan itu menunjukkan seseorang bekerja atau tidak.
“Bagi saya, harus 100 persen. Cakupannya lho, ya. Ini belum bicara kualitas pekerjaan. Kita baru bicara dilaporkan atau tidak saja. Bagaimana kita bisa tahu kualitas pekerjaan jika dilaporkan saja tidak,” ujar Fazar saat ditemui di ruang kerjanya belum lama ini.
“Itu dari segi pencapatan laporan. Nah, karena kan kunci segalanya itu di laporan. Kalau laporan Siga-nya jelek, ya dianggap orang kan enggak bekerja walaupun kita bekerja bagaimanapun juga. Jadi kuncinya di (laporan) Siga,” Fazar menambahkan.
Menginjakkan kaki di Jawa Barat menjelang perayaan Hari Keluarga Nasional (Harganas) pada Juli 2023, Fazar mendapati cakupan laporan Siga baru berkisar pada angka 60 persen. Angka yang dianggapnya terlalu rendah. Mantan penyuluh keluarga berencana (PKB) lantas menyisir masalah apa saja yang menjadi penghambat masuknya laporan. Sederet langkah disiapkan untuk mengatrol kinerja laporan.
“Untuk meningkatkan cakupan laporan ini memang memerlukan komitmen pimpinan OPD di kabupaten dan kota. Kami kumpulkan mereka di sini, di kantor Surapati. Kami juga analisis di mana saja yang cakupan laporannya rendah. Dari situ kita datangi satu per satu. Kalau sudah mentok di kemampuan petugas, berarti itu butuh bantuan. Butuh pendampingan. Itu yang kami lakukan. Kami mendatangi daerah mana saja yang mengalami kesulitan,” terang Fazar.
Cara kerja Fazar membuahkan hasil. Setengah tahun bekerja, kini cakupan laporan Siga sudah menyentuh angka 80 persen, naik 20-30 persen dibanding saat kedatangan Fazar di tanah leluhurnya, Jawa Barat. Tapi, Fazar belum puas. Mantan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bangka Belitung ini mematok target yang tak bisa ditawar: 100 persen.
Bukan target yang muluk tentu saja. Dengan cakupan rata-rata saat ini di atas 80 persen, Fazar hanya perlu mengatrol 20 persen lagi. Persentase ini sama dengan capaian hasil percepatan yang dilakukan selama setengah tahun terakhir. Fazar optimistis target itu bisa dicapai karena pada dasarnya Siga bukanlah barang baru di BKKBN. Hanya butuh ketekunan dan sedikit kerja keras untuk menuntaskan cakupan laporan.
“Siga ini kan barang apa ya, dikata baru juga bukan barang baru. Hanya perlu agak serius lah untuk melaksanakan itu oleh penyuluh-penyuluh kita di lapangan. Kalau dia tidak serius, dia terbentur nantinya. Bekerja dengan aplikasi itu susah-susah gampang. Kalau kita tidak menyelesaikan tahapan sebelumnya, maka kita tidak bisa meneruskan tahapan berikutnya. Kalau enggak diikutin terus-menerus, dia akan ketinggalan. Kalau sudah kebentur dia malas, akhirnya dia lewat gitu saja,” papar Fazar.
Fazar tidak memungkiri dari 800-an PKB di Jawa Barat, sebagian di antaranya berusia sepuh menjelang pensiun. Wajar jika kemudian mereka menghadapi kendala dalam penguasaan teknologi informasi. Sementara Siga merupakan sebuah upaya digitalisasi sistem informasi keluarga yang menjadikan penguasaan teknologi sebagai prasyarat.
Hambatan penguasaan teknologi informasi ini beririsan dengan daya dukung perangkat. Tidak semua petugas lini lapangan memiliki gawai canggih atau setidaknya memenuhi syarat minimal untuk bisa mengakses Siga.
Kabar baiknya, BKKBN Jabar mendapat suntikan tenaga cukup besar dala tiga tahun terakhir. Saat jumlah PKB terus menyusut, pemerintah menelurkan kebijakan pengangkatan aparatur sipil negara (ASN) dari unsur pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Sepanjang 2021-2023, BKKBN Jabar menerima tambahan 896 penyuluh P3K.
Khusus para penyuluh P3K, Fazar mengaku tidak bisa serta-merta mematok kinerja 100 persen. Alasannya mereka perlu beradaptasi dengan medan kerja masing-masing. Apalagi bagi mereka yang sebelumnya sempat terdampar di provinsi lain, sebelum kemudian kembali ke Jawa Barat. Meski begitu, pada akhirnya tetap harus menuntaskan laporan 100 persen.
“Iya. Pokoknya harus 100 persen karena itu kan kerjaan sehari-hari. Iya, dia kerja. Saya misalnya, sebagai PKB dulu juga sama. Saya punya wilayah tiga binaan. Tiga binaan itu berupa tiga fasilitas kesehatan (Faskes) yang saya pegang. Nah, puskesmasnya ada tiga. Lalu dua swasta, bidan mandiri. Itu harus terlaporkan setiap bulan. Lima-limanya itu harus dilaporkan. Nah, bagaimana caranya? Didatangi, kan? Kalau tidak didatangi kan enggak dapat laporannya. Nah, mendatangi binaan itu pekerjaan sehari-hari,” papar Fazar.
Untuk mendatagi binaan, sambung Fazar, memerlukan sebuah ketulusan dalam bekerja. Dia menyebutnya harus meresap ke dalam hati bahwa melakukan pembinaan merupakan sebuah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan.
“(Jika belum melaporkan 100 persen) di dalam hatinya itu belum masuk bahwa itu kewajiban dia. Jadi laporan itu mesti 100 persen, tidak bisa tidak. Itu pekerjaan dia, jadi dia harus melaporkan 100 persen. Enggak bisa kalau enggak 100 persen,” tandas Fazar.
Untuk mencapai target ambisius tersebut, Jabar mengembangkan aplikasi yang memungkinkan kinerja penyuluh bisa diakses sampat tingkat desa atau kelurahan. Dengan cara ini dapat di-tracking desa atau kelurahan mana saja yang belum terlaporkan. Melalui aplikasi yang sama dapat dipantau siapa petugas yang bertanggung jawab atas daerah tersebut.
Menurutnya, aplikasi tersebut dikembangkan saat dia bertugas di Jawa Barat. Sebelumnya, pemantauan hanya bisa dilakukan sampai tingkat kabupaten. Kemudian berkembang menjadi tingkat kecamatan. Kini, dengan pengembangan terbaru bisa dilakukan sampai ke tingkat desa dan kelurahan.
“Tadinya belum. Waktu saya datang ke sini belum. Dia masih per kabupaten, sudah itu kecamatan. Sekarang saya minta per orang yang megang desanya itu bisa diketahui. Siapa yang tanggung jawabnya di sana? Siapa orangnya? Sehingga, nanti saat memberikan penilaian sudah ketahuan. Oh, si A ini tidak melakukan misalnya,” Fazar mencontohkan.
Selama masa transisi aplikasi dan persiapan petugas, Fazar berjanji untuk terus melakukan sosialisasi dan bimbingan teknis. Dengan jumlah ribuan, wajar jika kemudian masih ada di antara petugas yang kesulitan. Wajar jika sebagian di antaranya masih memiliki cakupan laporan rendah. Untuk kasus-kasus cakupan laporan rendah tersebut, Fazar berjanji untuk mengirimkan bantuan teknis.
“Yang paling rendah, kita datangin. Timnya turun, ya. Ngajarin langsung di sana. Kalau kendalanya tidak paham, enggak bisa, ya harus kita datangin. Kita datang, kumpulkan satu kecamatan misalnya. Di sana diajarin. Nah, itu yang dilakukan sekarang. Peningkatannya sudah terasa. Tapi memang belum maksimal. Karena, kan tenaga di provinsi juga terbatas. Pokoknya, yang lemah-lemah itu kita kejar terus,” tegas Fazar.
Tak hanya itu, untuk memacu kinerja juga berlaku mekanisme reward and punishment. Kinerja buruk mendapat hukuman, kinerja moncer mendapat penghargaan. Fazar berjanji untuk memberikan apresiasi kepada para penyuluh terbaik yang mampu memenuhi target cakupan laporan Siga hingga 100 persen.
“Apresiasi, ya apresiasi. Harus dihargai kan kerja mereka yang bagus-bagus itu,” ungkap Fazar.
Digitalisasi
Sementara itu, ditemui secara terpisah, Sekretaris Perwakilan BKKBN Jawa Barat Irfan Indriastono menjelaskan, Siga merupakan upaya BKKBN dalam
digitalisasi data dan informasi pelaporan dan pelayanan akseptor KB di seluruh fasilitas kesehatan di Indonesia. Siga dibangun untuk memudahkan pengelolaan data pelaporan dan statistik, sehingga dapat menghasilkan informasi yang akurat, relevan, tepat waktu dan bernilai untuk pelayanan kepada masyarakat.
“Sejak Mei 2022, BKKBN telah memperbarui aplikasi Siga menjadi New Siga. Perubahan krusial dari Siga menjadi New Siga itu berupa integrasi sistem sebagai upaya one and single data dan perubahan pencatatan dari data agregat atau data rekap menjadi pencatatan by name by address. Migrasi sistem pelaporan bertujuan agar sistem pelaporan dan informasi menjadi lebih baik dan mudah dimanfaatkan,” jelas Irfan.
Melalui aplikasi Siga atau New Siga kecil kemungkinan terjadinya data ganda. Alasannya, setiap akseptor yang dilayani harus selalu menyertakan nomor induk kependudukan (NIK). Dengan begitu, tidak akan ada lagi akseptor salah satu alat kontrasepsi kembali didata sebagai alat atau obat kontrasepsi berbeda.
Guna memperbaiki kualitas data dan membuat data lebih akuntabel, sambung Irfan, BKKBN terus melakukan uji coba entri data hasil pelayanan KB by name by address. Proses ini berlangsung di tingkat paling bawah yang mendekati sumber data, yaitu tempat pelayanan KB.
“Kami memang mendorong seluruh faskes yang melayani kontrasepsi untuk melakukan input hasil pelayanan, termasuk input Form Register Pendaftaran (K/0). Jadi, PKB tidak lagi menghimpun data dari faskes dan mengiputnya,” terang Irfan.
Lebih jauh mantan Kepala Sub Bidang Data dan Informasi BKKBN Jawa Barat ini menjelaskan, penyelenggaraan Siga diarahkan untuk mendapatkan
data dan informasi keluarga berkualitas. Untuk mendapatkan data dan informasi berkualitas, Siga memegang teguh prinsip lengkap, akurat, mutakhir, dan tepat waktu.
Lengkap berarti data dan informasi keluarga harus utuh. Akurat berarti bersih dari kesalahan dan kekeliruan, serta mencerminkan keadaan sebenarnya. Mutakhir berarti data dan informasi keluarga yang digunakan harus terkini. Dan, tepat waktu berarti data dan informasi keluarga harus tersedia tepat pada waktunya.
“Untuk mendapatkan data dan informasi keluarga berkualitas, paling sedikit dilakukan melalui quality assurance dan quality control. Quality assurance yaitu proses pemeriksaan dan pengumpulan informasi mengenai data pada
sumber data untuk menemukan inkonsistensi dan anomali lainnya dan melakukan pembersihan data aktivitas untuk meningkatkan kualitas data. Misalnya, pengelola Siga harus melakukan pengecekan sebelum data dientri atau dicatat,” terang Irfan.
Adapun quality control merupakan proses pengawasan dan pemeriksaan terhadap kualitas data yang dihasilkan dari suatu aplikasi sistem. Misalnya, dengan cara verifikasi data secara rutin terhadap laporan yang dihasilkan, di mana bila terdapat kesalahan harus segera diinformasikan kepada pengelola Siga untuk diperbaiki.(N)