Semangat Tinggi dari Puncak Tertinggi

Saka Kencana dan Forum Genre Kibarkan Bendera Harganas di Puncak Gunung Ciremai

Anak muda punya cara berbeda dalam memperingati Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-30. Hari besar keluarga Indonesia yang jatuh setiap 29 Juni tersebut dirayakan dengan mengibarkan bendera Harganas dari puncak gunung tertinggi  di Jawa Barat, Gunung Ciremai yang memiliki ketinggian berada 3.078 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Satuan Karya Pramuka Keluarga Berencana (Saka Kencana) seperti berdiri di antara dua sisi. Kepramukaan yang senantiasa melekat dengan alam terbuka dan keluarga yang nota bene menjadi inti dari pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (Bangga Kencana). Dua sisi ini kemudian menemukan titik triangulasi pada ketinggian 3.078 mdpl Gunung Ciremai, tepat pada peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-30 tahun ini.

Sebanyak 12 anak muda yang terdiri atas anggota Saka Kencana dan Forum Generasi Berencana (Genre) Jawa Barat memulai langkah perdana Ekspedisi Pendakian dan Pengibaran Bendera Harganas di halaman Balai Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, pada 27 Juni 2023, atau dua hari menjelang Harganas tiba. Ketua Tim Kerja Balita dan Anak Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Elma Triyulianti melepas secara resmi ekspedisi yang dipimpin Sekretaris Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (PPKBP3A) Kabupaten Kuningan Alfalah Shiddieqy Arifin tersebut.

Selanjutnya, tim ekspedisi akan melakukan pendakian menuju puncak melalui jalur dari Ipukan-Palutungan. Di sana terdapat Kampung KB di Dusun Palutungan, Desa Cisantana, Kecamatan  Cigugur. Alfalah yang dikenal sebagai pegiat kelompok pecinta alam AKAR (Anak Kuningan Alam Rimba) sengaja memilih jalur Palutungan agar pasukan muda yang dipimpinnya bisa mampir ke kampung KB ini telah dibentuk sejak 2017 lalu tersebut.

Dibanding jalur pendakian lain, Palutungan boleh dibilang paling moderat yang ramah bagi pendaki pemula. Lepas dari Palutungan, para pendaki menuju Pos 1 Cigowong pada ketinggial 1.450 mdpl. Pos 1 bisa ditempuh selama lebih kurang 2 jam dari tempat registrasi. Medan menuju Pos 1 relatif landai namun sedikit menanjak. Di sini satu-satunya pos yang terdapat sumber air. Para pendaki disarankan untuk mengisi persediaan air sebelum melanjutkan pendakian.

Usai istirahat dan memanjakan diri dengan air dingin melimpah, pendaki menuju Pos 2 Kuta pada ketinggian 1.575 mdpl. Jalur menuju pos ini menanjak lumayan menguras tenaga. Pos berikutnya (Pos 3 Paguyuban Badak, 1.800 mdpl) memiliki jalur cukup landai yang bisa ditempuh selama lebih kurang 45 menit.  

Pos berikutnya (Pos 4 Arban) pada ketinggian 2.050 mdpl bisa ditempuh selama satu jam. Sebagian besar jalur menanjak. Puncak penderitaan terletak pada ruas menuju Pos 5 Tanjakan Asoy pada ketinggian 2.108 mdpl. Meski bisa ditempuh dalam waktu relatif singkat, 30 menit, namun jalur tanjakan curam terbilang cukup berat.

Dari Tanjakan Asoy, pendaki menuju Pos 6 Pesanggrahan pada ketinggian 2.200 mdpl. Di pos inilah para pendaki mendirikan tenda untuk beristirahat sebelum summit attack pada dini hari keesokannya. Posisinya di antara tutupan khas vegetasi hutan lindung menjadikannya cocok untuk menjadi tempat istirahat. Setelah pos ini, para pendaki bakal menemukan jalur berbatu dan curam, sehingga tidak cocok untuk mendirikan tenda.

Satu jam perjalanan dari Pesanggrahan, pendaki menuju Pos 7 Sanghyang Ropoh pada ketinggian 2.650 mdpl yang bisa ditempuh selama lebih kurang 1 jam. Satu jam kemudian, para pendaki bakal menemukan tempat yang sebetulnya relatif rata dan (jika melakukan pendakian pada musim hujan) terdapat mata air, Pos 8 Goa Walet. Sayangnya, pos terakhir menuju pucak ini tidak diperkenankan untuk menjadi tempat berkemah. Sejumlah sumber menyebutkan mata air tersebut menjadi jalur lalulintas binatang buas, sehingga membahayakan bagi pendaki.

Dalam situasi normal, puncak Ciremai melalui jalur Palutungan bisa ditempuh selama 8-10 jam. Namun demikian, biasanya pendaki memilih beristirahat  satu malam di Pesanggarahan untuk menyiapkan energi sebelum pendakian berat hari berikutnya.

Saat melepas tim, Elma Triyulianti berpesan bahwa kegiatan ini tak lepas dari salah satu program prioritas nasional yang kini diemban BKKBN, yaitu percepatan penurunan stunting. “Pendakian, kemudian pengibaran Bendera Harganas di Puncak Gunung Ceremai ini merupakan simbol bahwa dalam mencapai keluarga bebas stunting butuh usaha, butuh ikhtiar.

“Sama halnya dengan mendaki Gunung Ceremai, butuh tenaga yang tidak sedikit. Butuh strategi, butuh kolaborasi, di mana itu semua juga dibutuhkan dalam upaya kita mengentaskan stunting di Jawa Barat. Semoga kebulatan tekad kita, kegigihan kita mendaki dan mengibarkan Bendera Harganas di Puncak Gunung Ceremai betul-betul mencerminkan sejauh mana kegigihan kita dalam percepatan penurunan stunting,” tutur Elma.

Di tempat yang sama, Kepala Dinas PPKBP3A Kabupaten Kuningan Trisman Supriatna mengatakan, hasil Studi  Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 menunjukkan prevalensi stunting Kabupaten  Kuningan seebsar 19,4 persen. Sedangkan berdasarkan data bulan penimbangan balita Februari 2023 dan ePPGBM, di Kuningan terdapat 5.356 kasus atau 7,7 persen, di mana Kecamatan Cigugur termasuk kecamatan dengan kasus tertinggi.

“Kami mendukung kegiatan ini, karena selain untuk mengampanyekan Harganas, ada kegiatan-kegiatan yang manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat Cigugur. Dalam hal ini promosi kesehatan reproduksi  remaja dan pemberian bantuan telur bagi keluarga berisiko stunting. Nanti kita sisir mulai dari daerah sekitar kaki Gunung Ceremai ini,” ucap Trisman.

Selain kegiatan ekspedisi, di tempat yang sama dilaksanakan beberapa kegiatan lainnya. Yakni, sosialisasi dan edukasi kesehatan reproduksi, gizi dan anemia bagi para remaja. Termasuk kegiatan sosialisasi 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) bagi keluarga yang memiliki bayi di bawah dua tahun (Baduta) di Desa Cisantana.(IHQ)