Sudah bagus. gerakan Ayo ke Posyandu dan BKB harus kita gerakan,” ungkap Hasto dalam kegiatan eebinar De’Best di 1000 HPK dengan tema “Praktik Baik Desa/Kelurahan Bebas Stunting Tahun 2024.
Hasto Wardoyo, Kepala BKKBN
JAKARTA | WARTAKENCANA.ID
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menilai sejumlah desa yang menjadi model praktik baik (good practices) sudah berhasil dalam melakukan upaya perepatan penurunan stunting di tingkat desa. Hal ini ditandai dengan menguatkanya peran desa dalam penyelenggaraan bina keluarga balita (BKB).
“Sudah bagus. gerakan Ayo ke Posyandu dan BKB harus kita gerakan,” ungkap Hasto dalam kegiatan eebinar De’Best di 1000 HPK dengan tema “Praktik Baik Desa/Kelurahan Bebas Stunting Tahun 2024” yang dilaksanakan secara hybrid pada Selasa, 19 Maret 2024.
“Ini desa yang sudah memperhatikan jangan buang air besar (BAB) sembarangan sudah mencapai 57 peren, meski target 90 persen. Desa yang sudah melakukan stop BAB sembarangan sudah bagus, ya. Kemudian, pada 2023 sudah lebih maju lagi harapannya mencapai 85 persen desa yang sudah melakukan sanitasi itu sudah cukup banyak,” tambah Hasto.
Dia menegaskan, lingkungan sangat mempengaruhi percepatan penurunan stunting. Di samping itu, 1000 hari pertama kehidupan (HPK) juga sangat penting. Menurutnya, 1000 HPK merupakan tombak dalam menciptakan generasi unggul pada masa mendatang.
“Sudah ada gerakan BKB holistik yang terintegrasi juga dengan posyandu. Kita sosialisasikan menyusui itu sangat penting untuk 1000 HPK. Makin sering disusui, maka semakin banyak ASI-nya karena hormon oksitosin dan prolaktin. Langkah 1000 HPK itu ASI harus sukses. Perkembangan otak anak 80 persen terbentuk pada 1000 HPK, sebelum ubun-ubun tertutup,” papar Hasto.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga BKKBN Nopian Adusti Nopian Adusti mengatakan, 2024 merupakan tahun terakhir dari batas waktu pencapaian seluruh indikator yang ada dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting menuju target 14 persen. Pemerintah dan pemangku kepentingan terus melakukan konvergensi program hingga tingkat desa untuk mencegah stunting sekaligus mencegah stunting baru, dan meningkatkan praktik baik di tingkat desa.
Dalam webinar tersebut, ada tiga desa memaparkan inovasi desa dalam percepatan penurunan stunting, yaitu Desa Ciracas di Kabupaten Purwakarta (Jawa Barat), Desa Matang Seulimeng di Kota Langsa (Aceh), dan Desa Mongpok di Kabupaten Serang (Banten). Adapun kriteria desa kelurahan sebagai lokus praktik baik menurut Nopian adalah desa yang berhasil menurunkan stunting secara signifikan, yaitu di bawah 5 persen. Berikutnya, memiliki dukungan dan komitmen desa dengan kebijakan terkait percepatan penurunan stunting, mempunyai dukungan anggaran yang tercantum dalam anggaran desa, dan memiliki modul inovasi terkait pencegahan penurunan stunting.
Desa Ciracas memiliki inovasi program desa dengan implementasi program mandiri melalui kegiatan Maranggi atau Masak Bareng Bergizi, kelompok wanita tani (KWT), program Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS), dan monev peningkatan kapasitas Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Desa, dan Tim Pendamping Keluarga (TPK).
Inovasi Desa Matang Seulimeng memiliki program Rumog Gizi Gampong, akronim dari modal intervensi percepatan penurunan stunting terintegrasi berbasis pemberdayaan masyarakat desa. Sedangkan Desa Mongpok mengusung program perubahan perilaku dengan posyandu remaja, pertemuan PIK-R yang dilaksanakan setiap bulan, pembinaan calon pengantin, mengadakan kelas bagi ibu, kerjasama lintas sektor, program ketabanan pangan, penguatan dapur sehat atasi stunting (Dashat), kegiatan Sapador (Penyuluhan Door to Door), dan menjadikan Desa Mongpok sebagai agrobisnis dan agrowisata.(NJP)